Kasus Dokter Anak Berlanjut ke Pengadilan Karena Tak Ada Restorative Justice

oleh
oleh

BANGKA, Infobabel

Dokter anak inisial RSA alias Ratna terpaksa menjalani sidang pra peradilan di Pengadilan Negeri Pangkalpinang karena tidak adanya restorative justice.

Kuasa Hukum RSA, Hangga Oktafandany mengatakan, sidang pra peradilan sedang berjalan dengan agenda selanjutnya replik dan duplik dari pihak pelapor dan terlapor.

“Hari ini eksepsi dari penyidik, selanjutnya replik dan duplik,” kata Hangga seusai sidang, Senin (1/12/2025).

Hangga yang baru dua bulan menangani kasus tersebut mengatakan bahwa upaya mediasi telah dilakukan, namun belum ada kesepakatan yang dicapai.

Sementara langkah restorative justice tidak pernah muncul sejak kasus tersebut ditangani pihak kepolisian maupun kejaksaan.

“Undang Undang Kesehatan Pasal 306 seharusnya ada restorative justice, tapi itu belum ada. Hal ini kami sampaikan dalam sidang pra peradilan,” kata Hangga.

Dia mengungkapkan, penetapan RSA sebagai tersangka kasus kematian pasien anak bermula dari keputusan yang dibuat Majelis Disiplin Profesi (MDP) yang kemudian jadi rujukan tim penyidik kepolisian maupun kejaksaan.

Keputusan MDP, lanjuta Hangga dipertanyakan karena tidak melewati mekanisme sidang sehingga terkesan adanya kriminalisasi.

“Dari delapan tenaga kesehatan yang diperiksa, akhirnya ditetapkan satu orang, dokter Ratna sebagai pelaku, ini yang kami pertanyakan,” ujar Hangga.

Hangga berharap majelis hakim dapat memberikan keputusan yang bijak dalam kasus dokter Ratna. Dalam waktu yang bersamaan, berkas pidana dari kejaksaan juga telah masuk pengadilan untuk segera disidangkan.
Di sisi lain Hangga bersyukur karena selama proses hukum dokter Ratna tidak ditahan penyidik.
“Kami berterima kasih karena tidak dilakukan penahanan sehingga bisa mengikuti proses hukum ini lebih objektif,” ucap Hangga.

RSA merupakan dokter spesialis anak yang menangani pasien laki-laki umur 10 tahun inisial AR, warga Bangka Tengah.

Pasien sempat ditangani di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan kondisi lemas dan muntah-muntah, kemudian diserahkan pada dokter spesialis anak, namun nyawanya tidak tertolong.

Sebelumnya pasien sempat ditangani di klinik dengan diagnosa ada permasalahan pada jantung.

Pasien AR dirujuk ke rumah sakit pada 30 November 2024, dan meninggal dunia 2 Desember 2024.

Selanjutnya pada 5 Desember 2024 sebuah kantor hukum mengajukan somasi pada pihak RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang, diduga telah terjadi malapraktik, di mana pasien dengan gejala DBD mendapat suntikan yang berimplikasi pada jantung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.