Panti Asuhan Muhammadiyah Pangkalpinang, Rawat 40 Anak Kini Atap Bocor

oleh
oleh

PANGKALPINANG, Infobabel

Pagi baru saja menjelang saat seorang wanita muda datang menggendong bayi laki-laki di Panti Asuhan Muhammadiyah, Kota Pangkalpinang.

Wanita tersebut bersikukuh ingin menitipkan sang buah hati yang baru dilahirkannya.
Tanpa dilengkapi identitas, tanpa membawa surat-surat. Tak banyak kisah yang terucap.
Sang ibu kemudian meninggalkan bayinya pada pengurus panti.

Kini sang bayi telah berusia sembilan bulan.
Ia tampak penurut dalam gendongan ibu asuhnya.

“Sekarang anak ini yang paling bungsu, dari 40 orang penghuni panti,” kata Jati Dwicahni (55), sang ibu asuh saat berbincang, Rabu (30/7/2025).

Dwi mengisahkan, bayi yang diberinya nama Zaid Alfatih, ditinggalkan ibunya saat masih berumur dua hari. Kini Zaid sudah mulai belajar berjalan.

Menurut Dwi, Zaid hampir tak pernah rewel, kecuali saat demam.
Seakan Zaid menyadari bahwa Ia kini tinggal di sebuah panti, bukan lagi dalam dekapan sang ibu kandung.

Sementara keberadaan sang ibu entah dimana dan tak pernah kembali, meskipun hanya sekadar menyapa sang anak.

Tanda tanya yang kini belum terjawab membayangi bayi berkulit putih yang tumbuh sehat itu. Apakah sang ibu meninggalkannya karena lahir dari hubungan di luar nikah atau karena permasalahan ekonomi.
Menurut Dwi, penghuni panti memang umumnya dari keluarga prasejahtera. Selain itu, ada juga yang memang sudah tidak memiliki ayah atau ibu, bahkan keduanya sudah meninggal atau yatim piatu.

“Anak-anak di sini tumbuh dan bersekolah sampai perguruan tinggi. Semuanya laki-laki sebanyak 40 orang sesuai kapasitas panti,” ujar Dwi.

Dwi mengatakan, pendidikan menjadi tujuan utama bagi para penghuni panti.
Banyak yang telah lulus sarjana, bahkan ada yang sedang melanjutkan pendidikan S2.
Foto-foto mereka yang telah menjadi sarjana dipampang di ruangan panti.

“Wasiat dari pemilik rumah ini agar pendidikan anak-anak panti diutamakan,” ucap Dwi.
Panti tersebut mulai berdiri sejak tahun 1997 setelah pemilik mewakafkan rumahnya untuk dijadikan panti asuhan.

Sang pemilik kini telah meninggal dunia, sementara anak-anaknya tinggal di Yogyakarta.
Untuk biaya operasional, pengurus panti mengandalkan bantuan dari para dermawan.
Jumlah bantuan tidak menentu, baik dari per orangan maupun dari lembaga.
“Kami sifatnya donatur lepas, kapan saja ada bantuan, itu yang kami terima,” jelas Dwi.
Panti yang berdiri bersebelahan dengan Masjid Muhajirin Muhammadiyah itu dikelola oleh delapan orang pengurus, termasuk pengasuh.
Seiring perjalanan waktu, bangunan panti sudah banyak yang rusak.

Atap dan loteng yang mulai keropos tak bisa lagi menahan hujan lebat.
Siraman air hujan masuk membasahi sebagian besar ruangan yang mencakup kamar tidur hingga dapur.

Ketua Pengurus Panti, Isjunaidi mengatakan, saat ini sedang dilakukan rehab besar-besaran.
Dibutuhkan biaya sekitar Rp 200 juta yang terbagi dalam tiga tahap pengerjaan.

“Baru jalan rehab seminggu ini. Kami prioritaskan bagian atap dulu karena sudah tak mampu menahan hujan,” ujar Isjun.
Dia tak bisa memasang target penyelesaian karena seluruh biaya berasal dari gotong royong para donatur.

“Harapan kami bisa selesai secepatnya demi kenyamanan anak-anak. Jangan sampai kondisi yang tidak layak berimbas pada kesehatan karena mereka harus bersekolah juga,” beber Isjun.

Bagi para donatur, kata Isjun, bisa menyalurkan langsung bantuan ke panti yang berlokasi di Jalan KH Hasan Basri Sulaiman atau via rekening BRI dengan nomor 006301006890506.
Isjun menambahkan, bahwa pengurus saat ini sedang mengkaji usaha yang cocok untuk dibuka di panti.

“Dulunya sudah dibuka usaha fotocopi, tapi ada musibah banjir besar tahun 2016, dua mesin terendam. Kini masih dikaji apa yang cocok, kalau fotocopi lumayan juga harga mesinnya,” ucap Isjun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.