BANGKA, Infobabel
Ribuan karyawan PT Timah Tbk terancam dirumahkan jika target produksi gagal tercapai sampai akhir tahun.
Salah satu karyawan mengaku bahwa ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) bukan kali ini terdengar.
“Sejak beberapa tahun lalu sudah ada kabar PHK atau pensiun dini, tapi dampaknya mungkin bisa kisruh kalau dilakukan,” kata karyawan yang bekerja di unit produksi, Minggu (14/9/2025).
Ia mengungkapkan bahwa unit produksi telah bekerja maksimal untuk mencapai target.
Didukung pengawasan internal yang semakin ketat sehingga kecil kemungkinan ada penyelewengan.
“Produksi kami itu ada di darat dan laut, dilakukan PT Timah sendiri dan ada mitra juga,” ujar dia.
Kendala saat ini, lanjut dia, cadangan timah darat semakin berkurang. Sehingga PT Timah mulai beralih pada tambang laut.
Namun penambangan laut harus membutuhkan teknologi yang mahal, dan dalam waktu bersamaan tidak bisa bekerja sepanjang tahun karena faktor cuaca seperti badai dan ombak besar.
“Cadangan timah masih ada seperti di Laut Beriga, Bangka Tengah dan Oliever, Belitung Timur. Izinnya sudah ada, tapi masih banyak penolakan dan demo masyarakat,” ujar dia.
Ironinya, cadangan timah belum terkelola secara resmi, sementara tambang ilegal sudah masuk di lokasi tersebut.
“Inikan merugikan karena yang resmi malah didemo, sedangkan ilegal terus beraksi. Maka butuh tindakan tegas aparat agar timah tak dihabiskan diam-diam,” ungkapnya.
Dia berharap tambang ilegal terus diberantas, khususnya praktik tambang liar yang menyasar wilayah izin usaha penambangan (IUP) PT Timah Tbk.
“Memang benar produksi sulit tercapai kalau masih banyak yang mencuri di IUP PT Timah,” tambah dia.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Komunikasi PT Timah Tbk, Anggi Siahaan mengatakan bahwa perusahaan terus berkomitmen untuk meningkatkan produksi.
“Mengedepankan konsep penambangan terintegrasi, menyiapkan rencana dari pelaksanaan eksplorasi hingga operasi produksi. Penguatan manajemen risiko, optimalisasi peralatan, penguatan program kemitraan dengan pelaksanaan pengamanan IUP dan pemantauan rutin di lapangan terus di jalankan,” kata Anggi.
Dia menegaskan bahwa dalam mencapai target produksi, perusahaan juga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak.
“Keunikan industri pertimahan saat ini menuntut perubahan tata kelola bisnis kearah yang semakin sehat hingga upaya optimalisasi perencanaan dan realisasi produksi dapat diupayakan dengan baik,” ujar dia.
Menurut Anggi, sebagai entitas bisnis, kendala tentu saja menjadi keseharian yang harus dijawab.
Tantangan demi tantangan telah membentuk PT Timah Tbk menjadi perusahaan yang tangguh dan terus memberikan kontribusi terhadap tugasnya baik kepada pemegang saham maupun masyarakat sekitar tempatnya beroperasi.
“Perusahaan terus berkomitmen untuk melakukan pembenahan dan memberikan kinerja terbaik,” ucap dia.
Sementara terkait sanksi bagi karyawan yang melanggar aturan di lapangan, Anggi memastikan bahwa perusahaan memiliki aturan – aturan yang jelas dalam beroperasi.
“Sejauh ini ketika ada pelanggaran, sanksi berjenjang tetap dilaksanakan, bisa berupa teguran, pembinaan, sampai tindakan disiplin. Hal ini telah berjalan dan terus dilakukan penyempurnaan sehingga budaya profesionalisme dan integritas karyawan tetap terjaga,” pungkas Anggi.
Sebelumnya, Direktur PT Timah Tbk Restu Widyantoro mengatakan bahwa direksi akan memaksimalkan fungsi Satuan Tugas (Satgas) untuk mencegah praktik tambang ilegal di wilayah Izin Usaha Penambangan (IUP) PT Timah Tbk.
“Ada Satgas yang sedang bekerja, ini dimaksimalkan agar produksi bisa meningkat,” ujar Restu.
Restu menambahkan, PT Timah dihadapkan pada target produksi yang mencapai 22.000 ton timah batangan.
Dengan adanya dukungan Satgas, produksi diharapkan bisa mencapai 30.000 ton pada 2026 dan meningkat menjadi 80.000 ton pada tahun selanjutnya.
Jika target produksi tidak tercapai, maka negara akan kehilangan pendapatan yang berimbas terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Selain mencegah kebocoran di wilayah IUP, direksi kata Restu juga akan memanfaatkan potensi mineral ikutan sisa hasil peleburan (SHP).
SHP tersebut akan diolah menjadi zirkon yang salah satu manfaatnya untuk industri kesehatan seperti tambal gigi.
Saat ini SHP yang menumpuk ratusan ribu ton masih berupa tailing atau tin slag.
“Saya sudah sampaikan potensi tailing ini, banyak investor yang berminat,” beber Restu.







